Selasa, 16 Maret 2010

Dilema Media Massa; Sebuah Pandangan Terhadap Perubahan Orientasi Media Massa


Oleh: Viktor Kurniawan P.
Peranan media massa (selanjutnya disebut media) baik cetak maupun elektronik sangatlah sentral dalam mempengaruhi masyarakat. Media memiliki tanggung jawab sebagai pemberi informasi, mendidik, sarana hiburan, juga meneruskan nilai-nilai budaya masyarakat. Dengan demikian, media bisa dikatakan sebagai penjaga sebuah peradaban (jika bisa dikatakan demikian). Kenapa? Paling tidak ada beberapa alasan. Pertama, Media sebagai pemberi informasi mengacu pada peran media untuk memperlihat perkembangan-perkembangan pada masa kekinian sehingga menolong publik untuk mengerti, memahami situasi dan bertindak dengan tepat. Kedua, Media sebagai pendidik masyarakat mengacu kepada peran media untuk memberikan nilai-nilai yang positif kepada publik, membuka wawasan publik akan keseluruhan situasi yang ada pada jamannya. Ketiga, Media memiliki kemampuan efektif untuk meneruskan nilai-nilai luhur dari kebudayaan, sebuah sarana efektif untuk menanamkan nilai-nilai itu dalam pemikiran dan hidup masyarakat.

Pendapat di atas diperkuat oleh pernyataan Arpan dan Rochady dalam wartawan pembina masyarakat, menyebutkan bahwa diantara empat teori pers, teori tanggung jawab sosiallah yang dipakai dilingkungan negara demokrasi (Indonesia adalah negara demokrasi). Apa teori tanggung jawab sosial itu? Teori ini menyatakan bahwa media memiliki prinsip etika untuk memperjuangkan kepentingan segala lapisan masyarakat.

Namum, kenyataannya sangatlah berbeda terutama di masa-masa sekarang, dimana media hampir kehilangan identitasnya sebagai penjaga kebudayaan. Ini adalah sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri, media telah berada pada titik dimana kepentingan ekonomi menjadi sebuah tujuan yang harus dicapai. Media elektronik misalnya mereka berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah acara yang memiliki rating tinggi sehingga berdampak kepada pemasukan mereka dari sisi iklan. Kebijakan seperti ini adalah bom waktu. Bagaimana tidak, transformasi nilai di dalam masyarakat (pada masa sekarang) banyak ditentukan oleh media. Sebab, masyarakat saat ini hidup ditengah-tengah hingar bingar media, sehingga kegagalan media menjalankan tanggung jawab sosialnya berarti menolong peradaban untuk mundur.

Pernyataan ini didukung oleh realita. Saat ini banyak bermunculan koran-koran yang mengangkat masalah kriminal dan seks, atau tabloid-tabloid gossip, yang tentu saja pertanggung jawaban sosialnya tidak jelas. Media elektronik pun demikian, isu-isu tentang artis menjadi sebuah komoditi yang seolah penting bagi publik, acara-acara hiburan yang sejenis, realiti-realiti show yang menguak penyakit-penyakit sosial di dalam masyarakat, semacam perselingkuhan atau sejenisnya dan masih banyak lagi. Saya setuju disana tetap ada peran sosial media (minimal pemberi informasi) tetapi dampak negatif dari materi-materi tersebut haruslah menjadi perhatian serius.

DIMANA DILEMANYA?
Ulasan di atas seolah sedang memaparkan kegagalan media dalam menjalankan fungsinya. Hal tersebut memang tepat, tetapi tidak sepenuhnya demikian, kita perlu tahu dimana sumber kegagalan tersebut.

MEDIA KEKINIAN BERADA PADA SEGITIGA BEMUDA (SEBUAH PERUMPAMAAN) YAITU TANGGUNG JAWAB SOSIAL, PENGUASA, DAN EKONOMI. SEGITIGA EMAS INI MEMBUAT MEDIA HARUS MEMPOSISIKAN DIRI SECARA TEPAT SUPAYA DAPAT BERTAHAN, TERUTAMA MEDIA DI INDONESIA. MASIH TERBAYANG DALAM INGATAN SAYA, TEMPO DI BREDEL PEMERINTAH PADA JAMAN ORDE BARU KARENA GAGAL MENEMPATKAN DIRI PADA SEGITIGA EMAS TERSEBUT. ATAU BERPINDAHNYA SEBAGIAN KEPEMILIKAN SEBUAH STASIUN SWASTA KE TANGAN ASING KARENA PERMASALAHAN MODAL.

Sehingga, secara langsung kita tidak bisa menyalahkan media sebab mereka harus bisa memposisikan diri baik dalam kepentingan pemerintah, ekonominya, dan masyarakat. Tetapi, mengacu pada nilai-nilai kebenaran maka media tidak bisa kompromistis, media harus memiliki sikap terhadap kebenaran itu.

Namum, memang tidak sesederhana itu. Perjuangan itu akan berat, karena idealisme yang dibawa media belum tentu bisa diterima masyarakat. Jika idealisme media tidak memiliki tempat di dalam masyarakat, maka faktor-faktor ekonomi akan membunuh mereka secara berlahan.

Situasi ini mengharuskan media berjalan dipinggiran segitiga sehingga tidak tenggelam di dalam konfrontasi yang berkepanjangan antara tanggung jawab, ekonomi, dan penguasa. Pinggiran yang di pilih adalah budaya pop, sesuatu yang popular, ditengah-tengah dan bisa diterima oleh masyarakat, walaupun dampaknya negatif sekalipun.
Bagaimana sikap kita?

Kondisi ini sungguh memprihatinkan, tetapi ditengah pergulatan media dengan kondisi internal dan ekternalnya, kita harus mulai bersikap kritis dalam mengkonsumsi media, dan memulai bergerak maju untuk mempengaruhi media, terlibat dalam sistemnya sehingga media dapat kembali kepada rel yang tepat.

Perjuangan ini, bukan menuntut media untuk serta merta berubah. Semuanya harus melewati proses yang panjang, melalui transformasi pemikiran, dimulai dari diri sendiri, orang lain, masyarakat dan media pada akhirnya. Kenapa harus demikian? Sebab media sangat dipengaruhi oleh opini yang berkembang di dalam masyarakat, sehingga yang harus dilakukan adalah mempengaruhi masyarakat sebagai sasaran dari media.
Gerakan merubah media berarti mentransformasi masyarakat, menjadi lebih kritis dan objektif, dan terdidik. Sepakat? Saya sepakat. Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar