Minggu, 18 April 2010

FB: Jejaring Sekaligus Jaring

Oleh: Mardiks Ludwik Sunaryo

FB (Facebook) merupakan situs jejaring sosial baru, khususnya di Indonesia. FB dikenal cukup sederhana, dan karenanya memiliki daya tarik bagi penggunanya. Dengan kesederhanaannya, FB mudah dipahami dan digunakan. Bahkan bagi orang awam sekalipun, sehingga tidak perlu waktu lama untuk menguasai FB.

Seiring perkembangan teknologi, FB semakin mudah diakses, bahkan melalui HP dan PDA. Jadi, di mana dan kapan pun kita bisa dengan mudah mengaksesnya. Sebagai informasi, sekitar 62,5% pengguna aktif internet di seluruh dunia memiliki profil FB. Umumnya mereka berusia 16 hingga 54 tahun. Selain itu, sekitar 71,1% pernah mengunjungi halaman profil teman mereka di jejaring sosial1. Kini, FB menjadi terpopuler dengan lebih dari 300 juta penghuni2. Dari daftar situs yang paling banyak diakses di dunia, FB menduduki peringkat kedua setelah Google. Namun di Indonesia, FB berada di peringkat pertama mengalahkan Google.co.id3.

FB terdiri dari fitur-fitur sederhana yang mendukung dan mempermudah interaksi sesama pengguna. Kita dapat melihat perkembangan status, bahkan perkembangan fisik teman pengguna FB kita. Jika dilihat dari struktur fitur FB, fitur yang dimiliki baik dan berguna bagi penggunanya. Selain membantu komunikasi jarak jauh, FB juga bersifat universal sehingga cukup murah dibandingkan komunikasi menggunakan telepon, apalagi berkenaan dengan komunikasi internasional. Fitur FB juga mengabungkan chatting, mailing list dan dilengkapi pula fitur game. Jadi dalam kelas situs jejaring sosial, FB dinilai lebih efisien dan efektif.

Namun, di balik semua kemudahan dan kelebihan itu, FB berpotensi menimbulkan masalah serius. Sifat interaktif FB ternyata berpeluang menjadi boomerang bagi penguna, dan merusak karakter relasi sosial seseorang. Seberapa jauhkan dampak negatif itu?

Kecanduan. Tanpa disadari, sifat interaktif FB menjerumuskan dan menimbulkan rasa kedekatan yang berlebihan. Akibatnya membuat orang sulit melepaskan diri dari FB—karena merasa ada suatu ikatan relasi sosial di sana. Kondisi interaktif seperti ini menimbulkan sebuah jalinan relasi yang tidak sehat, sebab bersifat instan, dan tidak berkualitas. Relasi dengan tipe ini juga bisa merupakan bentuk yang tidak nyata dan menipu. Namun ironisnya, relasi seperti ini cenderung dianggap sebagai sesuatu yang nyata dan lebih baik (berkualitas). Anggapan ini, umumnya dialami oleh mereka yang telah kecanduan, dan merasa lebih diterima di dunia maya, ketimbang dunia nyata. Kasus beberapa orang yang lari dari rumah orang tua, dan mengikuti kenalan lelaki di FB adalah contohnya. Seseorang menganggap teman yang dikenal di FB lebih baik ketimbang mengikuti orang tuanya. Padahal proses mengenalnya juga baru sebatas bagian kulit kepribadian saja. Dan sayangnya, dengan bermodal mengenal di FB, keputusan besar meninggalkan rumah rela diambil.

Harus diakui, sudah natur dan kebutuhan kita sebagai mahluk sosial untuk berelasi, memperoleh teman, dan mendapat perhatian dari orang lain. Kita merasa berharga ketika dikenal dan diakui keberadaanya oleh orang lain. Namun di sisi lain, natur dari kebutuhan ini perlu diwaspadai dan dikendalikan. Sebab jika tidak, upaya pemenuhan kebutuhan ini berpotensi mendorong, dan membuat kita bersikap berlebihan dalam mencari pengakuan dari orang lain. Dan saat kebutuhan dan jalinan relasi itu diperoleh di FB, kita akan cenderung (ketagihan) menggunakannya. Padahal esensi relasi itu ada dalam kehidupan nyata, dan bukan di dunia maya.

Tentu kondisi mencari dan berelasi seperti ini tidak sehat. FB cenderung menjadi sarana pelarian dan membuat kita tidak perlu bekerja keras untuk mencari teman, dan mempertahankan relasi di dunia nyata. Bagi penulis, FB bukanlah sarana ideal untuk menjalin relasi atau persahabatan. Sebab, sebagai jejaring sosial, FB telah menjadi jaring yang mengisolasi individu secara sosial dari kehidupan dunia nyata dan membawa ke dunia maya. Coba perhatikan, apakah seseorang yang aktif di dunia maya, khususnya dalam mencari teman, dia juga melakukan hal yang sama ketika berada di dunia nyata? Bisa jadi, jumlah teman yang dimiliki di dunia maya lebih banyak dibandingkan di dunia nyata. Keramahan di dunia mayapun belum tentu sama dengan keramahan seseorang ketika bersapa muka dengan muka. Inikah relasi yang sehat? Bukankan tanpa sadar, kita telah dibuat bersikap dua muka? Di dunia maya sikap ramahnya begitu nyata, tapi ketika di dunia nyata, keramahan itu tak tampak. Artinya, ini adalah keramahan yang menipu.

Sehingga tepat jika mengatakan kecanduan FB berpotensi melumpuhkan kepribadian individu, khususnya dalam mengasah keterampilan berelasi. Dan bisa juga memberi dampak negatif bagi pertumbuhan spiritual seseorang. Kecanduan FB membentuk kita bersifat egoistik dan individualistik. Jika diamati, banyak diantara kita menggunakan FB hanya untuk kesenangan diri. FB menjadi sarana pemuasan kebutuhan sosial diri sendiri, tanpa rasa kepedulian pada keadaan dan kebutuhan orang lain. Relasi dengan orang lain hanya sebagai alat memuaskan kebutuhan pengakuan diri. Lihat saja, berapa banyak tulisan di FB yang kita harapkan mendapat respon dan komentar? Dan ketika mendapat respon atau komentar, apa yang kita rasakan? Senang, merasa bernilai, merasa dihargai, dan berharga bukan? Singkatnya, FB menjadi sarana bagi kita untuk mencari popularitas dan penghargaan. Dan sayangnya, kerap kali penghargaan itu datang dari orang yang tidak mengenal kita. Dan kita bangga menerima komentar dan pujian-pujian itu. Padahal, penghargaan-penghargaan seperti itu adalah penghargaan PALSU.

Bagi kita yang kecanduan FB, kecenderungannya adalah lebih asyik dan menikmati dunia buatan ini. Proses mengaktualisasikan diri juga terlampaui berlebihan. Kita yang mendapat komentar dibuat menjadi pribadi yang tidak realistis, dan cenderung membentuk kepribadian seperti komentar dan penilaian tersebut. Penilaian-penilaian dan komentar itu kemudian menjadi kerangka pikir kita. Akibatnya, kita menjadi pribadi yang tidak lagi menggunakan standar Tuhan dalam menilai diri kita. Ini yang terlihat dalam banyak kasus. Semisal, tatkala bermasalah dalam moral dan karakter kepemimpinan, tapi karena adanya pengakuan dan penilaian dari orang lain (yang tidak mengenal kita), akhirnya membuat kita bisa terlampau percaya diri, dan dengan bangga menganggap diri mampu memimpin, dll. Hati-hati! Dan jangan gampang terbuai dengan penilaian dan komentar-komentar kosong dari orang-orang seperti itu—orang-orang yang tidak mengenal kita secara pribadi, dan apa lagi mengenalnya hanya melalui FB.

Di manakah kita? Apakah kita masuk dalam kategori pecandu FB? Ataukah kita adalah salah satu korban komentar dan penilaian bualan di FB? Mungkin lebih nyaman jika terus berada dalam posisi kecanduan. Namun, ingatlah FB bisa menjadikan kita manusia instan dan berkepribadian “aneh”.

Pasti sulit dan terasa terlambat untuk lepas dari kecanduan FB (Facebook), namun mengendalikan diri dalam menggunakan FB harus segera kita terapkan. Ini semua demi perbaikan karakter, serta proses mendidik kita dalam pengendalian diri. Bagi saya, sebelum terlampau jauh, mari tempatkanlah FB pada posisinya, manfaatkanlah dengan baik, dan kendalikanlah diri dalam menggunakan FB. Dengannya, kita menjadikan hidup ini lebih berarti di hadapan-Nya. Ingat! Hidup ini adalah anugerah, jadi jadikan hidup kita, dan anda seberarti dan seberkualitas yang bisa dicapai. Sola Gracia

Referensi:
1. T.n., “Focusing in Sosial Network,“ http://www.emarketer.com/Article
2. T.n., “300 Juta Penghuni, Facebook Kian Tak Tertandingi,” http://www.detiknet.com
3. T.n., “The Top Sites in Indonesia,” http://www.alexa.com/topsites/countries/ID

Tidak ada komentar:

Posting Komentar