Senin, 22 Maret 2010

Pemuda, Di Mana Sengatmu?!

Oleh: Victor Kurniawan P.

Realita: Hidup di Negara Merdeka
Dua bulan terakhir, kita memperingati dua sejarah besar bangsa ini. Hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober dan Hari Pahlawan pada tanggal 10 November. Di waktu yang berbeda tetapi memiliki semangat yang sama, yaitu perjuangan untuk bangsa oleh pemuda-pemudi Indonesia melawan ketidakadilan penjajah. Perjuangan pertama di ranah filosofis, dan yang kedua di aspek fisik. Dua perjuangan ini saling melengkapi, yang satu membawa ide besar tentang kesatuan bangsa, sedang yang lain mewujudkan persatuan bangsa lewat perjuangan secara fisik untuk mengusir penjajah. Hasilnya bisa kita nikmati hingga saat ini, yakni kemerdekaan.

Namum, tampaknya perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan tersebut belum selesai. Penjajah memang telah pergi, tetapi kemerdekaan tersebut belum sungguh-sungguh ada di Negara ini. Kemiskinan, korupsi, pendidikan yang tidak merata bahkan tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, permasalah lingkungan hidup, dan keadilan. Kasus terakhir yang sedang populer adalah konflik antara KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan Polri (Kepolisian Republik Indonesia) yang membuka aib carut marut lembaga peradilan kita, yang seharusnya membawa keadilan kepada masyarakat, tetapi terlibat konspirasi untuk mewujudkan ketidak adilan. Keadaan dan fakta ini menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya merdeka, kalau dulu kita di jajah oleh bangsa lain, sekarang kita dijajah oleh diri kita, ego kita sendiri, dan anak bangsa sendiri.

Pemuda Indonesia hidup dalam realitas itu, dimana kemerdekaan tidak dinikmati semua orang, dan hanya menjadi hak ekslusif sebagian kecil orang. Padahal dalam pembukaan undang-undang dengan jelas dikatakan “dengan rahmat sentosa mengantarkan bangsa Indonesia, ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu , berdaulat adil dan makmurl”. Kalimat pembukaan ini jelas sekali menuliskan kata bangsa Indonesia, ini berarti bukan sebagian bangsa Indonesia tetapi seluruh bangsa Indonesia. Sehingga, kita dapat melihat bahwa perjuangan masih harus dilanjutkan karena masih banyak saudara-suadara kita yang belum menikmati kemerdekaan, keadilan dan kesejahteraan. Pemuda Indonesia harus bangkit sebagaimana para pendahulu kita di masa lalu, yang bangkit dimasa mudanya untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa ini.

Perjuangan Menuju Cita-cita Bangsa
Cita-cita bangsa, seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, jelas sekali menunjukkan satu konsep kemerdekaan yang utuh. Menurut Dr Dorothy I Marx dalam bukunya Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa secara implisit menyatakan bahwa kemerdekaan tidak hanya bebas dari perhambaan, penjajahan tetapi kita perlu dimerdekakan dari ketakutan, ancaman, diskriminasi, ekploitasi, manipulasi, keserakahan, setelah itu kita perlu dimerdekakan untuk bebas berbicara, bebas beragama (tidak ada diskriminasi agama), bebas bekerja, bebas hidup sejahtera, bebas belajar, bebas untuk menempati posisi yang layak (dengan cara yang wajar), berpartisipasi dalam pemilihan umum, berpolitik, dan beribadah.

Secara de jure (menurut hukum), kita patut mendapatkan kemerdekaan seperti itu. Tetapi pada de facto (kenyataannya) kita masih jauh dari realisasinya. Jarak antara kondisi ideal dengan realita inilah yang harus kita perjuangkan dengan segala daya dan upaya kita.

Pemuda harus bangkit seperti sejarah masa lalu, dimana pemuda menjawab panggilan bangsa untuk berjuang melawan penjajahan bangsa lain. Saat ini juga demikian, pemuda harus menjawab tantangan jaman ini dengan karya, etika, dan intelektualitas. Pemuda Indonesia harus berani mengorbankan ego, ambisi pribadinya untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Pemuda Indonesia tidak boleh hanya berwacana tetapi miskin terobosan dan tindakan. Pemuda Indonesia harus seperti Saur Marlina “Butet” Manurung, seorang sarjana sastra dan antropologi, yang meninggalkan kenyamanan untuk mendidik anak-anak suku anak dalam atau kubu. Pemuda Indonesia harus seperti WR Supratman dengan melantunkan melodi indah untuk negeri melalui karya agungnya yang kita lantunkan hingga sekarang, walaupun dia harus dipenjara untuk suara nasionalismenya tersebut. Pemuda Indonesia harus jujur seperti Hoegeng Iman Santosa, seorang Polisi yang mencintai bangsanya hingga tidak pernah menerima uang suap.

Perjuangan bangsa ini menuju kemerdekaan sejati masih panjang. Pemuda dimana sengatmu, mana karyamu untuk bangsa ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar